weLCome to iKainheRe's hOmepaGe

Open youR mind and iMpROve youR LiFe............
Get infoRmation about aLL heRe.

oPen YouR minD

Jika diRimu tak mampu menJadi beRingin, yanG teGak di kaki bukit,
JadiLah saJa beLukaR yanG teRbaik, yanG tumbuh di tepi danau . . . . .
Jika diRimu tak sanGGup menJadi beLukaR, JadiLah saJa Rumput,
tetapi Rumput yanG mempeRkuat tanGGuL, di pinGGiRan JaLan . . . .
Jika diRimu tak mampu menJadi JaLan Raya, JadiLah saJa JaLan setapak,
tetapi JaLan setapak yanG membawa oRanG ke mata aiR . . .
tidak semua menJadi kapten
tentu haRus aDa awak kapaLnYa . . .
JadiLah saJa diRimu .......... be yOuR seLf..
sebaik-baik daRi diRimu sendiRi ^_^

iKainheRe Tells About Her Self

Kenalin, gw Ika. iKainheRe Just the same with another women. iKainheRe
Hanya ajja gw suka banget bikin orang senyum, ketawa, dengan hidangan yang gw suguhkan.
iKainheRe
Gw sangat menghargai preferen, pendapat, masukan, kritikan, tapi bukan menjudge. iKainheRe
iKainheReJust be my self. Dengan style, brave life, color friends, and dunia gw.iKainheRe
iKainheRe Menjadi seorang penulis yang brave, eksis, dan stylish itu gga gampang, semua dari nol. Contemplative comedy gw pilih buat mewakili apa yang pengen gw sampaikan.
Komedi selalu bisa mengungkapkan apa yang tak bisa kita pahami. iKainheRe
Seperti kata Moliere, “The duty of comedy is to correct men by amusing them.” iKainheRe
Banyak orang yang bilang, penulis yang baik adalah penulis yang punya referensi yang banyak, menurut gw itu bener. Banyak-banyaklah nonton film dan baca buku.
Penulis yang baik juga akan selalu mengadopsi dan mempelajari, tapi tidak pernah mencuri.iKainheRe
Mudah-mudahan gw bisa iKainheRe

Januari 21, 2010

Koridor Kosong Itu...

Bau ini selalu membuatnya merinding. Bagi Amira, bau itu selalu melambangkan segalanya yang berhubungan dengan akhirat. Di sepanjang koridor kosong itu, hanya ada dia dan kakek dan bau cairan pembersih yang keras yang hampir menutupi bau penyakit. Amira masih ingat betul saat-saat dimana pemandangan dan wangi masa lalu makin nyata di sekelilingnya, sekelumit kekhawatiran muncuk dibenaknya. Masa lalunya kini membanjiri pikirannya, walaupun dia sudah berusaha keras bertahan dalam masa sekarang. Ini belakangan makin sering terjadi. Dia pun merasakan dirinya hanyut dalam lautan kenangan, kembali ke dunia yang sudah lama ditinggalkannya.

Amira belajar nilai sesungguhnya dari kehidupan yang selama ini dianggapnya enteng, dan dia sadar betapa tragisnya menyia-nyiakan hidup untuk apapun yang menghalanginya untuk sungguh-sungguh hidup, tapi itu semua terlambat, ketika suatu haru sepuluh tahun yang lalu, waktu dia duduk menunggu di koridor, persis seperti ini, hendak menengok ibunya yang sakit, yang paling dia ingat jelas dari hari itu adalah bau cairan pembersih sementara dia melihat sesorang berpakaian jas berwarna putih berbicara pada ayahnya dengan suara rendah diluar kamar ibunya. Seseorang berpakaian jas berwarna putih itu dokter yang merawat ibunya, sesekali melirik Amira dengan pandangan bersimpati. Amira tidak bertemu ibunya sejak itu. Pada hari itu jugalah ayahnya berhenti tersenyum dan mulai sering bersikap dingin, dan semakin dingin padanya, juga murung, suasana hati ayahnya yang dulu selalu bisa dienyahkan oleh ibunya. Hari itu Amira merasa dia telah kehilangan kedua orang tuanya sekaligus dalam koridor yang dibencinya itu, hingga dia memilih untuk hidup bersama kakek ketimbang ayahya.

Hampir sepuluh tahun dia hidup bersama kakek. Dia merasa lebih dekat dengan kakeknya daripada ayahnya. Hanya dengan kakeknya dia merasa nyaman dan berani menjadi dirinya sendiri. Ayahnya amat jarang menghiraukannya. Amira tidak ingat sudah berapa kali dia menelepon ayahnya kala dia sedang kesal dan perlu mencurahkan perasaannya, namun itu adalah bau cairan pembersih sementara dia melihat sesorang berpakaian jas berwarna putih berbicara pada ayahnya dengan suara rendah diluar kamar ibunya. Seseorang berpakaian jas berwarna putih itu dokter yang merawat ibunya, sesekali melirik Amira dengan pandangan bersimpati. Amira tidak bertemu ibunya sejak itu. Pada hari itu jugalah ayahnya berhenti tersenyum dan mulai sering bersikap dingin, dan semakin dingin padanya, juga murung, suasana hati ayahnya yang dulu selalu bisa dienyahkan oleh ibunya. Hari itu Amira merasa dia telah kehilangan kedua orang tuanya sekaligus dalam koridor yang dibencinya itu, hingga dia memilih untuk hidup bersama kakek ketimbang ayahya.

Hampir sepuluh tahun dia hidup bersama kakek. Dia merasa lebih dekat dengan kakeknya daripada ayahnya. Hanya dengan kakeknya dia merasa nyaman dan berani menjadi dirinya sendiri. Ayahnya amat jarang menghiraukannya. Amira tidak ingat sudah berapa kali dia menelepon ayahnya kala dia sedang kesal dan perlu mencurahkan perasaannya, namun ayahnya tak pernah ada untuknya, seperti itu, tapi kakek selalu membuatnya tetap menyayangi sang ayah. Saat ayahnya jatuh sakit karena kanker yang ternyata telah diidapnya bertahun-tahun ini, dia tentu sedih, sesungguhnya dia begitu menyayangi ayahnya. Semua impian dan cita-cita Amira masih belum berubah sejak masa kanak-kanaknya dulu. Tapi kini, pada saat dia seharusnya sudah mewujudkan harapan-harapannya itu, tiba-tiba dia dihadapkan pada masa depan yang amat berbeda. Masa depan yang tak pernah direncanakannya. Amira adalah gadis yang melakukan semua yang diharapkan orang darinya tapi dia tak pernah membuat impiannya sendiri menjadi kenyataan. Dia tak pernah mengikuti kata hatinya, dia tahu apa yang ingin dilakukannya, tapi dia harus berkutat dengan apa yang dia tahu diharapkan orang lain darinya.

Amira mendesah panjang, teringat kakek pernah berkata,
"Di dalam diri, setiap orang sejatinya mempunyai kuasa untuk mengubah hidupnya, tak seorangpun bisa mengajarkan bagaimana kita harus menjalani hidup, kalau kita tidak memberi mereka kuasa it, setelah kita ambil kembali kuasa itu, barulah kita bisa mulai hidup demi diri kita sendiri."

Amira tidak ingin menjadi orang yang tak pernah mencoba melakukan hal-hal yang luar biasa, atau yang tak pernah berani menghidupkan impiannya. Kita memang tidak boleh takut pada perubahan, hidup itu dimaknai oleh perubahan. Kita semestinya takut kalau kita sama sekali tak pernah berubah.

"Kau pulanglah dulu, Nak,"
Kata-kata kakeknya membuyarkan alam lamunannya seketika. Melihat maya Amira yang berkaca-kaca, kakek melanjutkan,

"Ayahmu pasti sembuh,"

"Aku tidak bisa berpikir jernih," kata Amira

"Kembalilah kesini lagi besok pagi, setelah pikiranmu jernih," jawab kakek.

Amira memandangi tembok kosong dihadapannya. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu mengangguk. Amira meninggalkan rumah sakit tempat ayahnya dirawat, meninggalkan koridor kosong tempatnya berada semula. Lampu-lampu kota menenggelamkan semua cahaya bintang, kecuali mungkin bintang yang paling terang. Perjalanan pulang dengan berjalan kaki itu membuatnya menengadahkan kepala ke langit sejenak. Andaipun tidak, dia tak mungkin melihat bintang-bintang itu karena seperti begitu banyak orang lain seperti dirinya yang hanya memusatkan perhatian pada apa yang ada di hadapan mereka, tak pernah terpikir olehnya untuk sekadar mendongak dan mengarahkan pandangan kee langit, meski hanya sesaat. Sambil memperhatikan selumut bintang cemerlang yang membentuk galaksi Bima Sakti dan memanjang dari cakrawala ke cakrawala sehingga langit terbelah menjadi dua. Penuh rasa takjub tiap kali melihat dunia sekitarnya, ketakjuban yang terlalu cepat hilang oleh waktu. Memang begitu, ketika malam tiba dan langit lapang tak berawan, bintang-bintang memancarkan cahaya terang benderang. Selalu begitu tiap malam, kecuali kalau kecemerlangan mereka dikalahkan oleh pijar cahaya bintang paling terang dan berpindah-pindah. Bintang-bintang diatas sana begitu banyak memenuhi langit, sehingga rasanya bisa dipegang andai dia mengulurkan tangan, ini semua membuat Amira sejenak lupa akan kekalutan hatinya malam itu. Yang paling membuat Amira terpukau adalah warna-warninya. Dari dulu dia selalu mengira bintang itu putih, tapi kini, jauh dari cahaya dan polusi kota, baru kelihatan ternyata warnanya merah dan jingga, dan ada yang berwarna biru dan hijau pucat.

Pemandangan langit malam itu membuat Amira terus diluar semalaman, dia terperanjat ketika langit timur berubah menjadi terang, menyambut hari yang baru. Dia memejamkan mata beberapa detik, ketika dia membuka mata kembali, tanah merah kering dan langit yang menerang sudah menjelma menjadi es dan salju. Angin dingin yang kejam berhembus tanpa henti, menyedot panas dari semua bagian kulit yang terbuka hingga hanya menyisakan dingin dan membuatnya kembali ke masa kini dengan mata bersinar oleh perasaan yang mendalam, perasaan sayangnya pada sang ayah yang belakangan sempat memudar, tapi kini dia tahu betapa dia membutuhkan ayah, betapa dia tak mau kehilangan satu-satunya orang tuanya yang tersisa. Kakek, tentu saja berbeda dengan ayah meskipun bagi Amira kakek adalah hidupnya selama hampir sepuluh tahun ini.
Sebelum hari terang, Amira berangkat lagi menuju rumah sakit dan tiba disana sebelum langit benar-benar terang. Dia menapaki jalan sepanjang koridor menuju kamar ayahnya dengan pandangan kosong kedepan, menuju kamar ayahnya, dan tengkuknya terasa begitu dingin, udara-udara begitu menusuk sum-sum, dan setibanya di kamar ayah, ruangan itu kosong...

"Ayahmu telah tiada, Nak..."

Suara kakek mengejutkannya persis saat dia hendak membalikkan tubuhnya.
Amira menatap kakek dengan pandangan kosong, lalu menggelengkan kepalanya tak percaya,

"Tapi, Kek..."

Kakek mendekapnya,

"Kita semua akhirnya harus mati, Nak," katanya dengan lembut pada Amira, 'tapi yang penting bukan seberapa lama kita hidup, melainkan hidup yang bagaimana yang telah kita jalani.

Keheningan memanjang. Tak ada reaksi dari Amira. Hanya diam dan menatap kosong dinding didepannya. Lagi, untuk kedua kalinya dinding-dinding itu dan koridor dan bau cairan pembersih itu membuat Amira begitu membenci mereka.

"Tidak ada yang abadi," desis Amira.

Kini hanya kakeknya yang dia punya. Seraya merangkulnya, kakek membawa Amira menelusuri koridor kosong menuju ruangan tempat ayahnya kini berada.



Solo, 20 Januari 2010

- - - - - -
Notes: Cerpen ini dibuat untuk tugas sekolahnya Irsyad Mahardi Harnandika :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sertakan juga alamat blog anda dalam komentar anda
atau alamat website anda

TerimaKasih