Penumpang dari Singapura membuang laptop dan kamera digital. Karena tertarik Nahkoda tersebut bertanya “Mengapa barang yang kamu pilih untuk dibuang laptop dan kamera?”. orang tersebut menjawab “Barang seperti ini di negara saya banyak, murah, dan mudah didapat”. Dan nahkodapun mengangguk-angguk tanda mengerti.
Lalu orang kedua yang membuang barang bawaannya adalah orang Indonesia. Orang Indonesia tersebut melepas baju batiknya dan membuangnya kelaut. Seperti yang nahkoda tanyakan pada orang pertama, “Kenapa kau mmbuang bajumu?”, saudara kita yang berasal dari Indonesia ini menjawab, “baju batik seperti yang saya pake ini di negara saya banyak, murah dan mudah di dapat.”. “Oo…..” kata nahkoda.
Giliran orang ke-3 untuk membuang barang bawaannya. Akan tetapi orang ini terlihat santai-santai saja, dan tidak terlihat membawa barang apapun seakan tidak mengindahkan perintah nahkoda. Tanpa pikir panjang nahkoda tersebut menghampirinya dan bertanya bertanya, “Kenapa Anda tidak membawa apa-apa? Barang apa yang akan Anda buang?”. Lalu tiba-tiba orang Malaysia tersebut mendekap orang Indonesia dan menceburkannya ke laut. Dengan penuh keheranan nahkoda kapal tersebut bertanya, “Apa yang kamu lakukan?!! Kenapa Anda membuangnya?”. Lalu dengan nada santai orang Malaysia tersebut menjawab, “Yang kubuang tadi adalah pembantuku. Di negaraku barang tersebut banyak, murah, dan mudah didapat”
Artikel diatas pertamakali gw baca disebuah Koran di kota Solo, dan artikel ini ditulis oleh (maaf, saya lupa namanya) salah satu dosen STAIN.
Tidak dapat dipungkiri, kita yang dulu derajatnya lebih tinggi dari pada Malaysia sekarang keadaan berbalik 180 derajat.
Beda dulu beda pula sekarang. masih bisa kita inget, orang-orang kita (orang Indonesia) udah dari dulu didatangkan oleh orang Malaysia ke negaranya. Tapi keadaan dulu sangat beda sama keadaaan sekarang. Kalo dulu orang Indaonesia didatangkan ke Malaysia berstatus sebagai guru, tapi sekarang - tetap sama - orang kita didatangkan ke Malaysia, tapi sebagai babu.
Dua kata tersebut tidak jauh beda dari segi jumlah suku kata dan pengucapannya, tetapi nilai dari kedua kata benda tersebut sungguh berbeda. Bayangkan saja, dari guru menjadi babu!!!
Sudah saatnya kita menilik apa yang salah pada kita sehingga terjadi hal seperti ini. Sudah waktunya kita introspeksi diri agar keadaan yang seperti ini tidak terus berlangsung atau bahkan bertambah parah.
Banyak warga Indonesia yang telah menjadi korban arogansi bangsa Malaysia. Tidak dua ato tiga korban yang telah dianiaya. Di televisi sangat sering kita saksikan berita penganiyayaan TKI asal Indonesia, ato berita dikoran tentang tenaga kerja asal Indonesia yang nekat mencoba bunuh diri karena sudah tidak tahan atas penyiksaan majikannya, ato berita kepulangan TKI Indonesia yang pulang tinggal nama ato dengan tubuh penuh dengan bekas setrika.
Tidak berhenti sampai disitu saja, Persoalan Ambalat….
Sipadan…
Ligitan…
Gw menulis artikel seperti ini tidak bermaksud mengadu domba atau menjelek-jelekkan salah satu pihak (takut dicekal kaya bu Prita), tapi saya berharap tulisan gw ini bisa memberi motivasi bagi teman-teman yang membaca tulisan ini..
Kita bukan tidak bisa berbuat apa2, kita bisa mengubah segala. Masalah tidak terselesaikan dengan kita berkomentar, dengan kita mencemoh (seperti saya), tapi masalah akan terselesaikan dengan kita berbuat, berbuat apapun, sekecil apapun, asalkan berguna. Menjadi pahlawan sesuai bidangnya masing-masing, yang suka berinternet silakan gunakan internet secara tanggungjawab, yang suka nge-blog silhan nge-blog yng bertanggung jawab, posting sesuatu yang bermanfaat, yang dosen silakan mengajar dengan tanggung jawab, yang mahasiswa jadilah mahasiswa yang bertanggung jawab.
Tidak akan sia-sia kalo kita melakukan yang berguna.
sekecil apapun, semuanya.
:::: tHe fRienDLy kinDLy cHeeRy giRL ::::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sertakan juga alamat blog anda dalam komentar anda
atau alamat website anda
TerimaKasih